Rabu, 19 Juni 2013

UJI MATERI PASAL 8O KUHAP HARUS DITAFSIRKAN SECARA LUAS

Setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Bonyamin (Koordinator MAKI), tentang uji materi Pasal 80 KUHAP, maka hal ini menjadikan Legal Standing LSM mau tidak mau harus diakui keberadaanya sebagai pihak yang berkepentingan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 80 KUHAP tentang Praperadilan.

Hal itu juga senada dengan wakil Jaksa agung Darmono yang menyatakan kalau memang itu sudah menjadi keputusan MK maka kita harus mengakui, karena Putusan MK sudah bersifat final dan mengikat. Demikian secara tidak langsung Kejaksaan mengakui Legal Standing LSM dalam hal mengajukan praperadilan
.

Sudah saat nya Hukum di negara ini bersifat luwes tidak boleh kaku, Pemerintah mesti memahami secara tartil atau menggali lebih dalam atas  makna dan nilai moral yang terkandung didalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Walaupun belum begitu jelas Hukum apa yang dimaksud dalam UUD RI 1945 namun setidaknya sifat Rule Of The Law cukup dapat dijadikan pedoman pada penegasan suatu negara hukum.

Persepsi LSM yang sering mendapat penilaian buruk terhadap kinerjanya hampir menjadi pendapat umum padahal kenyataan  yang ada justru pendapat-pendapat itu banyak di gemborkan oleh orang yang cenderung resistant terhadap kebenaran dan keadilan, mereka dominan mempunyai masalah moral yang tidak mau di ganggu oleh para  LSM  lebih - lebih sampai mengetahuinya karena akan menjadi mala petaka bagi nya. 

Disatu sisi banyak LSM terbendung dan tidak mendapat Respon Positif, namun di sisi lain tak kalah banyak para penggiat LSM justru mendapat prilaku lebih bahkan dengan mudahnya mendapatkan bantuan-bantuan bahkan dapat mengakses bantuan luar negeri. Namun jangan salah bahwa hal-hal yang merusak citra LSM itu justru didalangi oleh para kaki tangan pejabat yang notabene dibuat untuk menutupi dan memperlancar praktek-praktek nya yang menyimpang.

Maka sehubungan dengan Putusan MK yang meneguhkan bahwa LSM atau organisasi kemasyarakatan (ormas) termasuk pihak ketiga yang berkepentingan selain saksi korban atau pelapor terkait pengajuan permohonan praperadilan sepertinya perlu diperluas makna Legal Standingnya, jangan hanya pada perkara-perkara yangmenyangkut kepentingan umum saja, namun juga pada perkara masyarakat yang sekiranya terhalangi untuk mendapatkan akses keadilan pada tingkat penyidikan di kepolisian. Sudah bukan menjadi rahasia lagi karena banyak sekali para oknum penyidik menelantarkan korban karena membela tersangka, bahkan tidak sedikit perkara-perkara yang di peti eskan dan tidak ada kejelasan. Kalau hal tersebut katanya masyarakat dapat mengadukan kepada pejabat Kepolisian maka penindakanya hanya masalah kedisiplinan saja, tidak ada tindakan lain yang sekiranya membuat jera para oknum-oknum itu.

 Oleh karena itu   uji materi Pasal 80 KUHAP terkait tafsir frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” yang dimohonkan Boyamin Saiman selaku koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) tidak saja hanya berlaku pada pengertian sempit, namun harus diartikan secara luas termasuk perbuatan para oknum penyidik Kepolisian dan Kejaksaan yang tidak saja terkait SP3 namun juga yang sengaja menelantarkan perkara karena alasan yang tidak jelas juga harus di praperadilkan.